Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Mengantisipasi Potensi PHK Menjelang Masa Puasa Ramadhan dan Lebaran

Pembatalan pemutusan hubungan kerja atau PHK kepada para pekerja TVRI dan RRI memberikan angin segar ke sektor ketenagakerjaan. Namun, sejumlah perusahaan di berbagai sektor industri terlihat mulai mengambil langkah efisiensi dengan pemberhentian tenaga kerja di awal 2025. PHK massal menjelang masa puasa dan Lebaran perlu diantisipasi.Imbas efisiensi anggaran kementerian dan lembaga, pada awal Februari lalu, tersiar kabar PHK massal kepada karyawan tetap, tidak tetap, honorer, atau kontributor yang bekerja di bawah naungan TVRI dan RRI. Akhirnya di pertengahan Februari, Lembaga Penyiaran Publik atau LPP, yakni Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia, membatalkan pemecatan pekerjanya.Kendati begitu, efisiensi anggaran berimbas pada sektor industri lainnya, seperti perhotelan dan jasa. Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulawesi Selatan (Sulsel) Anggiat Sinaga menjelaskan, pendapatan hotel yang didapat dari anggaran pemerintah daerah berkisar 50 dan 70 persen. Dengan adanya efisiensi, okupansi hotel akan menurun, diikuti juga dengan pendapatan usaha restoran (makan dan minum).Lanjutnya, jumlah pekerja hotel dan restoran di bawah naungan PHRI sebanyak 29.100 orang. Jika pemangkasan anggaran itu terjadi, bisa berdampak pada PHK sekitar 15 hingga 17 persen atau sebanyak 4.000 lebih karyawan hotel. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani juga menambahkan, acara buka puasa bersama oleh instansi pemerintahan selama ini pun memberikan porsi yang cukup besar menjelang momen Lebaran. Dengan kebijakan efisiensi, kondisinya bisa mengurangi acara-acara tersebut.Di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, misalnya, PT Sanken Indonesia sudah mengumumkan rencana penutupan pabriknya yang dilakukan pada Juni 2025. Penutupan ini berimbas pada nasib 457 pekerja, belum termasuk para pekerja yang sejak tahun lalu ditawarkan opsi pensiun dini oleh perusahaan. Alasan penutupan ini disebabkan karena PT Sanken Indonesia telah mengalami kerugian sejak 2019.Hal yang sama juga terjadi di PT Yamaha Music Indonesia dan PT Tokai Kagu Indonesia. Keduanya akan mengambil langkah serupa di awal tahun ini. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Gelombang PHK karena alasan efisiensi perusahaan ini juga terjadi di tingkat global. Meta dan Google pun juga mengambil langkah tersebut di awal tahun ini seturut regulasi di negara masing-masing pekerjanya.Menjelang puasa dan LebaranMerunut data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI, jumlah pekerja yang mengalami PHK sepanjang Januari -Desember 2024, mencapai lebih kurang 80.000 orang.Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan total pekerja ter-PHK sepanjang tahun 2023 yang berkisar 60.000 orang. Di luar data 80.000 pekerja terkena PHK, Kemenaker menemukan ada 60 perusahaan, di antaranya berasal dari sektor tekstil dan garmen, yang berpotensi akan melakukan PHK.Ditelusuri lebih lanjut, fenomena PHK sebulan sebelum hari raya Lebaran terlihat begitu tinggi di 2023. Pada Februari 2023, angka pekerja yang terkena PHK berada di 3.892 orang. Lalu di Maret 2023, terdapat total 13.634 pekerja yang terkena PHK. Artinya terdapat 9.742 orang yang terkena PHK sebulan sebelum Lebaran yang jatuh April 2023.Di 2024, fenomena PHK massal justru terjadi di masa puasa sebelum Lebaran yang jatuh pada April 2024. Data Maret 2024 menunjukkan, sebanyak 4.701 pekerja mengalami PHK. Kemudian di April 2024, angka pekerja yang terkena PHK bertambah sebanyak 6.434 pekerja.Jika dibandingkan dengan antara kedua tahun tersebut, tentu jumlah pekerja yang terkena PHK di masa puasa dan Lebaran di 2024 jauh lebih sedikit dibandingkan 2023. Sebab pada Maret 2024, Kemenaker telah mengambil langkah antisipatif guna melindungi hak para pekerja.KOMPAS/PRIYOMBODOMassa buruh dari berbagai serikat pekerja berunjuk rasa di sekitar Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024). Unjuk rasa tersebut untuk mengawal pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh, KSPI, KSPSI AGN, KPBI, FSPMI, dan beberapa buruh ”outsourcing” yang di-PHK.Langkah pertama, Kemenaker menerbitkan Surat Edaran/SE Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Di dalamnya memuat tujuh poin ketentuan. Pada poin pertama disebutkan THR keagamaan diberikan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih dan pekerja dengan status PKWTT atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Poin kedua berbunyi, THR keagamaan wajib dibayarkan paling lama tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Adapun poin ketiga mengatur bagaimana besaran THR keagamaan diberikan. Pertama, bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih diberikan THR sebesar satu bulan upah. Kedua, bagi pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja satu bulan secara terus-menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, maka nilai THR-nya berdasarkan hasil masa kerja dibagi 12 bulan dikali 1 bulan upah.Sementara jika ada pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT alias kontrak dan kontraknya berakhir sebelum hari raya keagamaan, mereka tidak berhak atas THR. Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 7 Ayat (3) Permenaker No 6/2016.Langkah kedua, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah waktu itu, membuka Posko THR. Layanan ini diselenggarakan untuk menerima laporan bagi perusahaan yang terlambat memberikan THR (paling lambat tujuh hari sebelum hari raya) dan perusahaan yang melakukan PHK menjelang hari raya. Namun, jika tidak ada laporan pengaduan PHK ke Kemenaker atau dinas tenaga kerja, hal itu mengindikasikan proses PHK disetujui oleh pekerja dan pengusaha.Meski demikian, langkah antisipatif Kemenaker tersebut masih meninggalkan celah, terutama bagi para pekerja berstatus PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu). Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menyampaikan, para pekerja PKWT dan PKWTT berhak atas hak THR, kecuali pekerja tersebut di-PHK sebelum memasuki waktu 30 hari sebelum hari raya keagamaan. Misalnya, pekerja tersebut terkena PHK menjelang Ramadhan dimulai. Jika pekerja tidak masuk serikat, itu akan menyulitkan mereka memperoleh pendampingan/advokasi (Kompas.id, 29 Maret 2024).PengawasanDampak PHK yang terjadi tiap bulan tentu akan menambah tingkat pengangguran terbuka (perbandingan antara jumlah penganggur dibandingkan jumlah angkatan kerja) di Indonesia. Pada 2045, pemerintah menargetkan tingkat pengangguran terbuka Indonesia mencapai 4 persen. Padahal, di Agustus 2024, Badan Pusat Statistik mencatat tingkat pengangguran terbuka di Indonesia masih sebesar 4,91 persen.Bertambahnya tingkat pengangguran terbuka, tentu memberikan efek domino secara ekonomi dan sosial. Para pekerja informal ultramikro, seperti pedagang, ojek, dan buruh lepas, akan bertambah di situasi ekonomi yang makin berat. Kompas/P Raditya Mahendra YasaKerta-kertas yang ditempelkan berisi harapan dan doa para pelamar untuk mendapatkan pekerjaan saat mereka mengikuti Undip Job Fair di Gedung Prof Sudarto, Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (8/8/2024). Para pelamar dengan berbagai latar belakang pendidikan dan keahlian berburu lowongan pekerjaaan yang mereka anggap sesuai dari pertimbangan perusahaan, posisi jabatan, hingga faktor gaji. Pada kondisi saat ini para pencari kerja harus bersaing ketat dengan tuntutan kompetensi tinggi di tengah situasi ekonomi yang sedang lesu hingga banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja. Penurunan daya beli masyarakat, perubahan tren konsumsi, serta persaingan dengan usaha bermodal besar membuat para pekerja informal ini makin kesulitan untuk bertahan.Pertumbuhan ekonomi makro pada saat Lebaran karena peredaran uang selama masa puasa dan Lebaran dapat tersendat jika gelombang PHK di awal tahun gagal diantisipasi pemerintah. Padahal, tidak sedikit masyarakat kelas pekerja mendapatkan momen berbelanja dengan mengandalkan THR yang diterimanya menjelang hari raya. Inilah tantangan yang harus cepat disingkapi dan diantisipasi oleh Menteri Ketenagakerjaan Yassierli di masa awal jabatannya. (LITBANG KOMPAS)Serial ArtikelPHK Bakal Jadi Rutinitas Perusahaan TeknologiPekerjaan lama mati, karyawan diberhentikan. Kalau mau kembali masuk dunia kerja, mereka harus memperbarui kemampuan.Baca Artikel